TERNATE, Corongpublik// Majelis Pimpinan Wilayah Pemuda Pancasila (MPW PP) Maluku Utara mendesak pemerintah mengambil langkah tegas terhadap perusahaan pertambangan yang enggan menyetor dana jaminan reklamasi dan pemulihan tambang. Mereka menilai, sikap abai perusahaan menunjukkan pelanggaran serius terhadap regulasi yang berlaku.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), tercatat puluhan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) di Indonesia, termasuk di Maluku Utara, belum menunaikan kewajiban penyetoran dana reklamasi dan pascatambang. Salah satu perusahaan yang disoroti adalah PT Forward Matrix Indonesia (FMI).
“Pemerintah harus berani mengambil langkah tegas. Kalau perusahaan tidak taat undang-undang jangan dibiarkan melanjutkan aktivitasnya. Kalau perlu, cabut izin tambangnya,” tegas Juru Bicara MPW PP Malut, Rafiq Kailul kepada wartawan, Senin (22/9/25).
Rafiq menekankan, kewajiban penyetoran dana pemulihan tambang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Regulasi tersebut mewajibkan seluruh pemegang IUP, baik yang berstatus eksplorasi maupun operasi produksi untuk menyetorkan dana reklamasi sejak konsesi diberikan.
“Kita tidak menolak investasi, tapi investasi harus taat aturan, kalau aturan soal dana reklamasi diabaikan, maka jelas perusahaan tidak beritikad baik,” tambah Ketua Barikade-98 (Barisan Rakyat Indonesia Kawal Demokrasi) ini.
Selain itu, MPW PP Malut juga menyoroti status izin usaha PT FMI yang tidak mengantongi sertifikat Clean and Clear (CnC) dari pemerintah. Menurut Rafiq, hal itu mengindikasikan perusahaan gagal memenuhi syarat administrasi, lingkungan, hingga kewajiban finansial kepada negara.
“Lebih jauh, penerbitan IUP PT FMI juga diduga tanpa proses lelang sebagaimana amanat Undang-Undang Minerba. Jika benar, maka aktivitas perusahaan ini ilegal,” ujarnya.
Perlu diketahui, PT FMI memperoleh izin usaha pertambangan di wilayah Wasile dan Wasile Selatan, Kabupaten Halmahera Timur, pada tahun 2010 dengan masa berlaku hingga 2030. Perusahaan tersebut tercatat telah melakukan operasi produksi di atas konsesi seluas 1.721,70 hektare.
Hingga berita ini diturunkan, redaksi masih berupaya mendapatkan klarifikasi resmi dari pihak PT FMI terkait legalitas operasi dan dugaan tunggakan setoran reklamasi. (Tim/Red)