SOFIFI, Corongpublik// Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Provinsi Maluku Utara tahun 2026 memantik kritik tajam publik. Pasalnya, anggaran rumah tangga Gubernur Sherly Tjoanda Laos dan Wakil Gubernur H. Sarbin Sehe justru melampaui alokasi untuk sektor pertanian yang menjadi tumpuan hidup lebih dari setengah juta petani di daerah ini.
Berdasarkan dokumen RAPBD yang dilansir pikiranummt.com, belanja rumah tangga kepala daerah mencapai Rp22,599 miliar, sedangkan anggaran untuk Dinas Pertanian hanya Rp19,8 miliar. Artinya, kebutuhan pribadi dua pejabat itu lebih besar sekitar Rp2,79 miliar dibandingkan dana yang seharusnya menopang produktivitas 587 ribu petani di Maluku Utara.
Dari dokumen RAPBD 2026, Dinas Pertanian Maluku Utara hanya mendapat jatah Rp19,8 miliar untuk delapan program utama, antara lain Pengelolaan Sertifikat Benih Rp100 juta, Perbanyakan Benih Perkebunan Rp400 juta,
Perbanyakan Benih Tanaman Pangan Rp2 miliar, Pengawasan Mutu dan Peredaran Benih Hortikultura Rp600 juta, Pengadaan Bibit Ternak dari luar daerah Rp600 juta, Pengelolaan Jalan Usaha Tani Rp15,5 miliar.
Total keseluruhan dialokasikan bagi peningkatan produktivitas pertanian di 10 kabupaten/kota se-Maluku Utara.
Di sisi lain, pos belanja rumah tangga Gubernur tercatat mencapai Rp14,05 miliar, sementara Wakil Gubernur memperoleh Rp8,53 miliar. Totalnya Rp22,599 miliar, melampaui sektor pertanian yang menyangkut hajat hidup rakyat kecil.
Kesenjangan ini dianggap ironis, terlebih saat Pemprov Malut tengah gencar menyerukan efisiensi anggaran dan penghematan keuangan daerah.
Pengamat kebijakan publik Muslim Arbi menilai perbedaan anggaran tersebut mencerminkan ketimpangan prioritas dan penyalahgunaan orientasi jabatan.
“Pos belanja untuk Gubernur dan Wakil lebih besar dibanding untuk kepentingan 587 ribu petani di Maluku Utara. Ini bukti kuat bahwa jabatan digunakan untuk menyenangkan diri sendiri” ujar Muslim Arbi, Kamis (24/10).
Ia menegaskan, kebijakan semacam ini bertentangan dengan semangat pembentukan Provinsi Maluku Utara yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
“Keliru besar bagi Gubernur dan Wakil Gubernur mengelola anggaran seperti ini. Rakyat Maluku Utara dibohongi setelah memilih Sherly dan Sarbin hanya untuk bersenang-senang di atas penderitaan petani” tegasnya.
Muslim mendesak kalangan akademisi, aktivis, dan masyarakat untuk bersuara menolak kebijakan yang dinilainya tidak berpihak kepada rakyat.
Nada serupa disampaikan Ketua Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Maluku Utara, Said Alkatiri, yang menilai penyusunan RAPBD 2026 tidak proporsional dan mengarah pada pemborosan.
“Tim anggaran daerah Pemprov Maluku Utara tidak proporsional dalam menyusun RAPBD karena penggunaan anggarannya tidak sesuai dengan kebutuhan publik” kata Said.
Ia mendesak DPRD Maluku Utara segera mengoreksi pos belanja rumah tangga kepala daerah sebelum RAPBD 2026 disahkan.
Perbandingan anggaran yang jomplang antara kebutuhan rumah tangga pejabat dan sektor pertanian kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Banyak pihak menilai, kebijakan tersebut tidak mencerminkan asas keadilan dan kesejahteraan sosial.
Publik berharap Pemprov Maluku Utara meninjau ulang prioritas anggaran agar lebih berpihak pada sektor produktif yang memberikan dampak langsung terhadap masyarakat, khususnya petani sebagai tulang punggung ekonomi daerah.
—Tim/Red—




