JAKARTA, Corongpublik// Temuan Inspektorat Provinsi Maluku Utara terkait pengelolaan keuangan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Malut kembali membuka wacana baru dan Kritikan tajam soal lemahnya tata kelola keuangan daerah. Dari hasil audit, tercatat realisasi belanja perjalanan dinas senilai Rp893.128.236,00 pada tahun anggaran 2025 tidak disertai bukti pertanggungjawaban yang sah.
Besaran nilai tersebut, Dalam perspektif hukum, pengeluaran tanpa dasar yang jelas berpotensi menjadi kerugian daerah, bahkan dapat dikualifikasi sebagai tindak pidana korupsi. Hal ini sesuai Pasal 2 dan Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor, serta bersinggungan dengan Pasal 421 KUHP mengenai penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik.
Koordinator Sentral Koalisi Anti Korupsi Maluku Utara Jakarta (SKAK-MALUT-JKT), Reza Asyadik, menegaskan pihaknya tidak akan tinggal diam. Ia memastikan dalam waktu dekat pihaknya akan menggelar aksi di Mabes Polri sekaligus menyerahkan laporan resmi terkait temuan tersebut.
“Ini bukan semata laporan teknis Inspektorat, tetapi temuan dengan potensi kerugian ratusan juta rupiah. Negara wajib hadir melalui aparat penegak hukum,” tegas Reza saat dikonfirmasi.
SKAK-MALUT-JKT menilai Mabes Polri harus menjadikan kasus ini sebagai atensi awal penyelidikan. Langkah pertama yang didesak ialah memanggil dan memeriksa Kepala Kesbangpol Maluku Utara guna memastikan transparansi dalam penggunaan anggaran.
Secara strategis, pelaporan langsung ke Mabes Polri dipandang sebagai bentuk escalation of advocacy. Menurut Reza, Mabes Polri menjadi simbol supremasi hukum nasional yang diharapkan mampu mengatasi potensi hambatan di tingkat lokal. Namun, ia mengingatkan, laporan juga tetap perlu ditembuskan ke Polda Maluku Utara dan Kejaksaan Tinggi Malut agar penyelidikan berjalan paralel.
Dari sisi akademik, kasus ini mencerminkan fenomena principal–agent problem, di mana pejabat publik yang seharusnya menjadi agen rakyat justru menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan pribadi. Kondisi ini memperlihatkan betapa lemahnya sistem pengawasan dan kontrol di tingkat birokrasi daerah.
Rencana aksi di Mabes Polri tidak hanya dilihat sebagai desakan hukum, tetapi juga sebagai tekanan sosial. SKAK-MALUT-JKT menegaskan, kasus ini harus diposisikan sebagai prioritas nasional agar praktik korupsi di daerah tidak terus berulang dan menggerogoti kualitas pembangunan di Maluku Utara.
“Jika Rp893 juta dianggap remeh, maka ke depan akan muncul praktik serupa dalam skala lebih besar. Mabes Polri harus menjawab keraguan publik dengan membentuk tim khusus penyelidikan, dan memastikan setiap pejabat yang terlibat diproses hukum,” tandas Reza.
Dengan demikian, kasus dugaan penyalahgunaan anggaran di Kesbangpol Malut ini tidak sekadar soal laporan keuangan. Lebih jauh, ia menjadi ujian bagi aparat penegak hukum untuk menunjukkan komitmen pemberantasan korupsi, sekaligus momentum memperkuat kepercayaan publik terhadap supremasi hukum di Indonesia. (Tim/Red).