Ruas payahe-Dehepodo rusak parah Agaran pemeliharaan Dipertanyakan

48

SOFIFI, Corongpublik// Kerusakan parah pada ruas jalan Payahe-Dehepodo di Oba Selatan kembali memicu sorotan tajam publik. Aktivis setempat mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) segera memeriksa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) serta Kepala Dinas terkait, menyusul dugaan kuat adanya penyimpangan dalam pengelolaan anggaran pemeliharaan rutin.

Desakan ini mencuat setelah kondisi jalan disebut semakin memprihatinkan dari tahun ke tahun. Alih-alih menunjukkan hasil pemeliharaan, badan jalan justru dipenuhi genangan air layaknya kolam, sementara rerumputan liar merambat masuk hingga menutupi sebagian ruas. Pengendara pun menghadapi risiko kecelakaan yang kian tinggi.

Aktivis menilai kerusakan ini bukan sekadar persoalan teknis, tetapi mengarah pada dugaan korupsi karena kualitas pekerjaan dianggap tidak sebanding dengan anggaran yang digelontorkan pemerintah. Tidak adanya transparansi dalam pengelolaan dana turut mempertebal kecurigaan masyarakat.

Asrul, warga Desa Maidi, mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengumpulkan data-data terkait dugaan kuat praktik korupsi dalam pemeliharaan rutin jalan tersebut. Ia menilai terdapat ketidaksesuaian antara anggaran tahun 2024 dengan kondisi nyata di lapangan.

“Kami menduga ada anggaran dan kualitas pekerjaan yang tidak sesuai spesifikasi. Ini sangat merugikan masyarakat Maluku Utara,” tegasnya.

Asrul juga menyoroti minimnya akuntabilitas dan keterbukaan informasi dari dinas terkait. Menurutnya, kondisi ini membuka peluang terjadinya korupsi, kolusi, dan nepotisme yang merugikan publik. Ia mendesak APH tidak menunda penyelidikan.

“Kami meminta APH bertindak cepat mengusut kasus ini. Jangan sampai pelaku korupsi bebas berkeliaran,” lanjutnya.

Padahal, pada tahun 2026 Dinas PUPR diketahui menganggarkan lebih dari Rp14 miliar untuk paket pekerjaan jembatan di ruas Payahe-Dehepodo. Anggaran itu meliputi pembangunan Jembatan Yef sebesar Rp3.591.572.000, Jembatan Sigela I Rp4.426.064.000, Jembatan Sigela II Rp3.031.524.000, serta lanjutan Jembatan Kali Lomaito senilai Rp4.100.464.000.

Besarnya anggaran tersebut menimbulkan pertanyaan publik, mengapa kerusakan tetap berulang dan infrastruktur tidak kunjung layak? Masyarakat menilai bahwa dana sebesar itu seharusnya mampu menghadirkan hasil yang dapat dirasakan langsung.

Upaya konfirmasi ke Kepala Dinas dan PPK melalui pesan WhatsApp hingga kini tidak mendapat respons, semakin memperkuat kesan adanya persoalan serius yang perlu dibuka ke publik.

–Tim/Red–