Oleh: Rinto Taib
Ketua Persatuan Alumni GMNI Kota Ternate
Penyelenggaraan City Sanitation Summit (CSS) ke-XXIII di Kota Ternate pada 29-30 Agustus 2025 bukan hanya menjadi ajang pertemuan strategis para kepala daerah se-Indonesia untuk membahas isu sanitasi dan lingkungan. Lebih dari itu, forum ini juga menjadi panggung kolaborasi lintas generasi, khususnya kaum milenial, dalam menyuarakan kepedulian terhadap isu lingkungan melalui pendekatan yang kreatif dan kontekstual. Momentum CSS yang berlangsung di bulan kemerdekaan pun menjadi sangat simbolik, bagaimana generasi muda mengekspresikan kepedulian lingkungan di lokasi bersejarah peninggalan kolonial.
Salah satu bentuk partisipasi aktif generasi muda Ternate dalam CSS 2025 tampak dalam penampilan musisi lokal Treeshome di Fort Oranje, benteng peninggalan Portugis dan Belanda yang kini menjadi kawasan cagar budaya nasional. Dalam pertunjukan tersebut, Treeshome tidak hanya menyuguhkan hiburan semata, tetapi juga menyisipkan pesan-pesan sosial dan lingkungan yang mendalam melalui syair lagu, puisi karya Teguh Tidore, dan iringan biola dari Oji.
Grup musik asal Ternate ini telah dikenal secara nasional dan internasional, di antaranya pernah tampil di Prambanan Jazz Festival (2023) dan Rock in Celebes (2019). Namun penampilan mereka di malam penutupan CSS 2025 memiliki nuansa tersendiri, lantunan lagu yang mengangkat tema ekologi, krisis sosial, hingga tragedi kemanusiaan global, mengajak audiens merenung dan menyadari tantangan yang dihadapi bangsa ini.
Salah satu bait lagu yang mereka nyanyikan berbunyi “Biru langitku tak lagi biru. Udara yang sejuk tak lagi ku hirup, Lautku tak sebening dulu, tinggal hanya cerita, tinggal hanya derita. Jagalah alamku, jagalah”.
Bait ini menggugah kesadaran kolektif tentang degradasi lingkungan akibat pembangunan yang tidak berkelanjutan. Musik dan seni dijadikan medium penyampaian kritik sosial yang membangun, sekaligus menjadi ajakan reflektif kepada masyarakat luas untuk mengambil peran aktif dalam menjaga lingkungan.
Keikutsertaan generasi muda dalam rangkaian CSS juga menjadi penanda bahwa isu sanitasi dan pelestarian lingkungan bukan hanya domain pemerintah atau institusi formal, tetapi merupakan tanggung jawab bersama. Mereka memilih cara berekspresi yang sesuai dengan zaman melalui seni, budaya, dan narasi lokal yang dekat dengan kehidupan masyarakat.
Selain itu, penyelenggaraan kegiatan ini di Fort Oranje, sebagai situs sejarah perjuangan bangsa, memberikan makna simbolik bahwa kemerdekaan tidak hanya diukur dari lepasnya belenggu penjajahan, tetapi juga dari kemampuan kita menjaga masa depan melalui lingkungan yang bersih dan sehat.
Partisipasi generasi milenial dalam CSS 2025 di Ternate menunjukkan cara baru dalam menumbuhkan kesadaran publik tentang pentingnya sanitasi dan pelestarian lingkungan, dengan pendekatan kreatif yang membumi. Di tengah jejak sejarah kolonial, mereka merayakan kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia dengan menyuarakan harapan akan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Inilah wujud nyata cara milenial berperan aktif di era kini menggabungkan ekspresi budaya, kesadaran ekologis, dan nilai sejarah dalam satu tarikan napas perjuangan. Semangat ini perlu didukung dan dijadikan model dalam mendorong keterlibatan masyarakat luas dalam isu-isu lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.