JAKARTA, Corongpublik // Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia (SEMMI) Maluku Utara mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tuntas dugaan praktik mafia tambang yang melibatkan pengusaha Ade Wirawan dan Shanty Alda. Kedua nama tersebut disebut berada di balik operasi tambang ilegal PT Halmahera Sukses Mineral (HSM) dan PT Smart Marsindo di Pulau Gebe, Halmahera Tengah.
Dalam keterangan resminya pada Selasa, (21/10/25, SEMMI Malut menuntut Presiden Prabowo Subianto mencabut izin usaha pertambangan (IUP) kedua perusahaan tersebut. Mereka menilai langkah itu menjadi ujian awal bagi pemerintahan baru dalam menegakkan komitmen pemberantasan mafia sumber daya alam.
Ketua SEMMI Malut, Sarjan H. Rivai, menegaskan bahwa PT Smart Marsindo, perusahaan yang dikendalikan Shanty Alda, terbukti melakukan berbagai pelanggaran hukum. Berdasarkan data MODI Kementerian ESDM, perusahaan itu berstatus non-Clear and Clean (CnC), tidak memiliki rencana reklamasi, serta memperoleh IUP tanpa lelang resmi.
“Izinnya cacat hukum dan patut dibatalkan,” tegas Sarjan.
Selain itu, Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) kedua perusahaan telah kedaluwarsa, sementara keabsahan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) juga diragukan. Aktivitas tambang di Pulau Gebe sebuah pulau kecil seluas 76,42 km² dengan ekosistem tropis dan satwa endemik dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 yang melarang tambang terbuka di pulau kecil. Larangan itu bahkan diperkuat Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023.
“Ini pembangkangan hukum yang mengancam ekosistem unik dan rapuh,” ujar Sarjan lantang.
SEMMI juga menyoroti dugaan keterlibatan pejabat dalam jaringan korupsi tambang ini. PT Smart Marsindo disebut pernah terlibat dalam kasus suap terhadap mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK), yang sempat diperiksa KPK. Sementara Ade Wirawan, pemilik PT HSM, disebut dalam surat dakwaan KPK melakukan 56 kali transfer suap senilai total Rp2,046 miliar kepada AGK.
“Pola transfer berlapis ini adalah modus klasik penyamaran gratifikasi. KPK harus segera menangkap Ade Wirawan dan membongkar jaringan TPPU-nya,” desak Sarjan.
Selain menuding para pengusaha, SEMMI Malut juga menilai Dinas ESDM Provinsi Maluku Utara dan Inspektur Tambang lalai dalam menjalankan fungsi pengawasan. Lemahnya kontrol dianggap memperkuat dugaan adanya persekongkolan birokrasi dengan pemodal tambang.
SEMMI menegaskan akan terus melakukan aksi dua kali seminggu di depan KPK dan Istana Negara sebagai bentuk tekanan moral kepada pemerintah dan aparat penegak hukum.” tutup Sarjan.
Desakan ini menjadi sinyal kuat bahwa publik tidak lagi percaya pada retorika tanpa tindakan. KPK dan Kejaksaan Agung kini ditantang membuktikan keberpihakan pada hukum dan lingkungan dua hal yang kini terancam oleh kerakusan mafia tambang di Maluku Utara.
—Tim/Red—