JAKARTA, Corongpublik// Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia (SEMMI) Maluku Utara kembali menggelar aksi untuk kedua kalinya, mendesak Presiden Prabowo Subianto menunjukkan komitmen nyata dalam memberantas mafia tambang di Indonesia. Dalam aksi yang digelar di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Rabu (15/10/2025), mereka menuntut agar pemerintah segera mencabut izin usaha pertambangan (IUP) PT Smart Marsindo di Pulau Gebe dan PT Halmahera Sukses Mineral (HSM) milik pengusaha Ade Wirawan.
Massa aksi membentangkan spanduk bergambar anggota DPR RI Fraksi PDI Perjuangan yang disebut memiliki keterlibatan dalam aktivitas tambang PT Smart Marsindo. Mereka menilai praktik tambang ilegal yang terjadi di Maluku Utara menjadi ujian awal bagi pemerintahan baru Presiden Prabowo dalam menegakkan janji reformasi tata kelola sumber daya alam yang bersih dan berkeadilan dari cengkeraman mafia tambang.
Koordinator Aksi SEMMI Malut, Sarjan H. Rivai, menegaskan bahwa PT Smart Marsindo merupakan simbol praktik kotor pertambangan di Maluku Utara. Perusahaan yang dikendalikan oleh Shanty Alda itu diduga kuat beroperasi secara ilegal dan melanggar berbagai ketentuan hukum. Berdasarkan data dari MODI Kementerian ESDM, PT Smart Marsindo tercatat tidak berstatus Clear and Clean (CnC), tidak memiliki rencana reklamasi dan pascatambang, serta memperoleh izin usaha pertambangan tanpa melalui proses lelang resmi.
Sarjan menjelaskan, pelanggaran tersebut bertentangan dengan UU No. 3 Tahun 2020 jo. UU No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba, sehingga izin perusahaan itu dinilai cacat hukum dan seharusnya segera dibatalkan oleh pemerintah pusat. Ia juga menyoroti bahwa Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) milik PT Smart Marsindo dan PT HSM telah kedaluwarsa, sementara izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) keduanya patut dipertanyakan legalitasnya.
Selain itu, SEMMI mengingatkan dampak ekologis yang ditimbulkan akibat aktivitas tambang di Pulau Gebe, pulau kecil dengan luas hanya 76,42 kilometer persegi. Pulau yang memiliki ekosistem hutan tropis, terumbu karang, dan satwa endemik seperti kuskus Gebe itu kini terancam rusak akibat penambangan tanpa jaminan reklamasi. Aktivitas tambang tanpa tanggung jawab lingkungan dinilai berpotensi memicu pencemaran dan bencana ekologis jangka panjang.
Dalam pandangan SEMMI, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 yang merevisi UU Nomor 27 Tahun 2007 secara tegas melarang praktik penambangan terbuka di pulau-pulau kecil. Ketentuan tersebut bahkan diperkuat oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XXI/2023, yang menegaskan perlindungan hukum terhadap wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai bagian dari kedaulatan ekologis bangsa.
Tak hanya itu, PT Smart Marsindo juga disebut pernah terseret dalam kasus dugaan suap kepada almarhum mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba (AGK), yang sempat diperiksa oleh KPK. Dugaan keterlibatan ini memperkuat indikasi adanya hubungan gelap antara pengusaha tambang dan pejabat daerah dalam praktik gratifikasi dan penyalahgunaan kewenangan.
SEMMI Malut turut menyoroti lemahnya pengawasan dari Dinas ESDM Provinsi Maluku Utara, khususnya Inspektur Tambang yang dinilai membiarkan praktik pertambangan bermasalah tanpa tindakan tegas. Kondisi ini memperkuat dugaan adanya persekongkolan birokrasi dan pemodal yang menyebabkan kerusakan lingkungan serta kerugian negara. Desakan publik agar KPK menuntaskan kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di sektor tambang Malut pun semakin kuat.
Kasus yang mencuat sejak 2023 itu diduga melibatkan jaringan tambang besar di Halmahera, termasuk perusahaan milik Ade Wirawan. Dalam surat dakwaan KPK, Ade disebut menyuap AGK melalui 56 kali transfer senilai total Rp2,046 miliar menggunakan rekening atas nama beberapa orang, di antaranya Fathin Shalih, Hamrin Mustari, Ramadhan, dan Zaldi H. Kasuba. SEMMI menilai pola transfer berlapis itu merupakan modus penyamaran aliran dana gratifikasi.
Karena itu, SEMMI mendesak KPK dan Kejaksaan Agung RI segera menangkap Ade Wirawan serta menelusuri seluruh aliran dana dan proses perizinan tambang yang diduga cacat hukum. Sarjan menegaskan, SEMMI Malut akan terus mengawal kasus ini dengan aksi rutin dua kali dalam seminggu sebagai bentuk perlawanan terhadap mafia tambang dan peringatan keras bagi aparat penegak hukum agar tidak berhenti di tahap penyidikan awal. (Tim/Red)