TERNATE, Corongpublik.com-Dugaan praktik pungutan liar (pungli) dalam pelaksanaan proyek-proyek di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Ternate kembali mencuat ke publik. Ketua Pemuda Solidaritas Merah Putih (PSMP) Maluku Utara, Mudasir Ishak, mendesak aparat penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan Tinggi (Kejati) dan Kepolisian Daerah (Polda) Maluku Utara, untuk tidak tinggal diam dan segera menindaklanjuti informasi yang disampaikan oleh Anggota Komisi III DPRD Kota Ternate, Nurlela Syarif.
Menurut Mudasir, pernyataan Nurlela bukan sekadar isu liar. Sebagai anggota DPRD dari Fraksi NasDem yang memiliki fungsi pengawasan dan kontrol terhadap jalannya pemerintahan, Nurlela diyakini memiliki basis data dan informasi yang akurat terkait dugaan skandal yang disebut telah menjadi praktik sistemik di Dinas PUPR.
“Kami menilai informasi yang disampaikan oleh Ibu Nela sangat serius dan tidak bisa dianggap sebagai opini semata. Ini soal etika dan moral kelembagaan pemerintah daerah. Kami mendesak Kejati dan Polda Maluku Utara untuk segera memanggil Nurlela Syarif sebagai pintu masuk untuk membongkar skema kejahatan pungli yang sangat mungkin telah berlangsung lama dan melibatkan banyak aktor,” tegas Mudasir dalam keterangan persnya, Senin (20/5/2025).
Mudasir juga menegaskan bahwa Kepala Dinas PUPR Kota Ternate harus bertanggung jawab penuh secara moral dan hukum atas dugaan praktik kotor tersebut. Sebagai pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Kadis PUPR tidak bisa bersembunyi di balik dalih administratif atau pembiaran teknis. “Keterlibatan atau pembiaran terhadap praktik pungli dalam proyek pemerintah adalah bentuk pelanggaran serius terhadap UU Tipikor. Ini bukan hanya soal penyimpangan administrasi, tapi sudah masuk pada wilayah pidana,” lanjutnya.
Desakan Ketua PSMP ini menjadi alarm keras bagi integritas penegak hukum di Maluku Utara. Jika informasi ini benar dan tak segera direspons, maka kepercayaan publik terhadap institusi hukum kembali akan digerus. Praktik pungli dalam pengelolaan proyek-proyek pemerintah bukan hanya merugikan negara, tetapi juga menciptakan iklim birokrasi yang korup, tertutup, dan transaksional.
“Kalau aparat penegak hukum tak segera bertindak, maka kita patut curiga ada pembiaran atau bahkan permainan yang lebih besar. Kami akan terus mengawal kasus ini agar tidak tenggelam seperti banyak kasus dugaan korupsi lainnya,” kata Mudasir.
Pihaknya juga mendesak lembaga anti-rasuah seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mulai melirik dugaan praktik pungli di daerah sebagai bentuk korupsi terselubung yang menggerogoti keuangan negara dan menghambat pembangunan.
Kini sorotan juga tertuju kepada Nurlela Syarif sendiri. Jika memang memiliki data dan informasi valid, ia didorong untuk menyerahkan secara resmi kepada aparat penegak hukum dan bahkan membuka secara publik sebagai bentuk tanggung jawab politik kepada rakyat.
“Jangan berhenti hanya pada pernyataan media. Kita butuh keberanian moral dan politik dari seorang wakil rakyat untuk membongkar tuntas praktik busuk ini. Kalau benar ada pungli, siapa yang bermain? Berapa nilai uang yang dipungut? Siapa yang diuntungkan? Ini harus terang,” tutur Mudasir.
Kasus ini dinilai sebagai momentum penting untuk memperbaiki sistem pengadaan proyek dan transparansi pengelolaan anggaran di Kota Ternate. Pemerintah Kota dan DPRD harus menunjukkan komitmen yang kuat dalam memberantas korupsi di tubuh birokrasi.