Skandal Tambang Malut Menguak Lagi : Seret Nama Shanty Alda, KPK Didesak Bertindak!

11

JAKARTA, Corongpublik// Aktivitas tambang nikel PT Smart Marsindo di Halmahera Tengah kembali di kritik. Perusahaan ini disebut menguasai lahan seluas 666,30 hektare dan mulai beroperasi sejak pertengahan 2022, meski diduga belum mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Melalui siaran pers pada Selasa (21/10/2025), Serikat Mahasiswa Muslim Indonesia (SEMMI) Maluku Utara menyatakan keprihatinan mendalam atas dugaan praktik tambang ilegal yang dilakukan PT Smart Marsindo dan PT Aneka Niaga Prima (ANP). Ketua SEMMI Malut, Sarjan Rivai, menilai praktik tersebut merupakan bentuk pembangkangan terhadap hukum dan mencerminkan lemahnya pengawasan pemerintah.

Sarjan menegaskan, aktivitas tambang tanpa IPPKH merupakan pelanggaran serius yang dapat merusak ekosistem hutan dan menimbulkan kerugian negara.

“Ironisnya, perusahaan tetap beroperasi tanpa dasar hukum yang sah,” tegasnya dalam rilis resmi.

Lebih mencengangkan lagi, meskipun aktivitas tambang tersebut diduga tergolong ilegal, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) justru dikabarkan menyetujui Rencana Anggaran Biaya (RAB) perusahaan tersebut. Langkah ini menimbulkan tanda tanya besar mengenai integritas proses perizinan di sektor pertambangan.

Tak hanya itu, izin yang dikantongi PT Smart Marsindo juga dinilai cacat prosedural karena tidak melalui mekanisme lelang wilayah izin usaha pertambangan, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara (Minerba). Hal ini memperkuat dugaan adanya permainan di balik meja dalam proses perizinan.

SEMMI juga mengungkap, perusahaan tersebut diduga hanya melakukan registrasi di aplikasi Minerba One Data Indonesia (MODI) melalui rekomendasi Gubernur Maluku Utara dan legal opinion dari kejaksaan, tanpa memenuhi persyaratan administratif dan teknis sebagaimana mestinya.

Di sisi lain, Direktur PT Smart Marsindo, Shanty Alda Nathalia, turut disorot karena pernah dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam kasus korupsi yang menyeret mantan Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba. Namun, Shanty dua kali mangkir dari panggilan penyidik pada awal 2024.

Sementara itu, Ilham, pengurus SEMMI Maluku Utara lainnya, menambahkan bahwa pihaknya mencium adanya penyalahgunaan sistem digital pertambangan nasional, yakni Minerba One Data Indonesia (MODI) dan Minerba Online Monitoring System (MOMI) yang dikelola Kementerian ESDM.

Menurut Ilham, penggunaan sistem digital tersebut justru diselewengkan untuk melegalkan izin bermasalah seperti yang terjadi pada PT Smart Marsindo. Ia menduga kuat adanya manipulasi data dan praktik suap oleh oknum di lingkungan Kementerian ESDM untuk meloloskan izin tambang bermasalah.

“Penggunaan MODI dan MOMI yang tidak transparan ini menjadi pintu masuk praktik korupsi baru di sektor tambang. Kami mendesak KPK segera turun tangan membongkar jaringan mafia tambang yang bermain di balik sistem perizinan digital,” tegas Ilham menutup pernyataannya.

—Tim/Red—