TERNATE, Corongpublik.com-Koalisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Maluku Utara mendesak aparat penegak hukum (APH) segera menangkap mantan Bupati Pulau Taliabu, Aliong Mus, atas dugaan keterlibatannya dalam praktik korupsi sistematis dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 56,8 miliar.
Desakan ini disampaikan langsung oleh Koordinator Lapangan KPK Malut, Alimun Nasrun, dalam aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Rabu (28/5/2025). Ia menegaskan bahwa praktik korupsi yang terjadi di Pemda Pulau Taliabu selama masa jabatan Aliong Mus bukan sekadar penyimpangan administratif, melainkan skema kejahatan terorganisir yang merusak integritas sistem keuangan negara.
Menurut Alimun, skandal ini bermula sejak tahun 2015, ketika terjadi pendebetan ganda terhadap rekening kas daerah, yang menyebabkan kerugian sebesar Rp 1,36 miliar. Alih-alih dihentikan, pola penyimpangan ini justru berkembang semakin kompleks setelah ditandatanganinya MoU antara Pemda Taliabu dan BRI Kanwil Manado pada 2016.
Kerja sama tersebut, yang semestinya mengatur pengelolaan keuangan daerah, justru menjadi celah bagi serangkaian transaksi ilegal, termasuk penarikan dana tanpa prosedur resmi (SP2D), transaksi fiktif, dan pencairan tunai bermodal kwitansi serta persetujuan lisan.
Tahun 2019 disebut sebagai puncak dari praktik korupsi tersebut. Enam transaksi tunai senilai Rp 7,4 miliar dilakukan tanpa SP2D. Tak hanya itu, 19 pembayaran pajak senilai Rp 21,9 miliar dilaporkan terjadi tanpa ID Billing dan NTPN. Bahkan, dana sebesar Rp 10 miliar mengalir ke dua perusahaan dan satu rekening pribadi tanpa bukti pertanggungjawaban.
Nama Aliong Mus muncul sebagai pemberi otorisasi dalam banyak transaksi mencurigakan, bersama Sekda, Kepala BPPKAD, dan Bendahara Umum Daerah. Seorang kontraktor berinisial RA, yang diketahui dekat dengan bupati, bahkan sempat mencairkan dana Rp 6,3 miliar pada tahun 2016 tanpa dasar hukum pencairan resmi.
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari BPK RI Perwakilan Maluku Utara tahun 2022 dan 2023 menyatakan bahwa seluruh kerugian negara belum berhasil dipulihkan. Bahkan, kerja sama Pemda dan BRI dinilai melanggar berbagai ketentuan perundang-undangan, termasuk Pasal 18 Ayat (4) PP No. 39 Tahun 2007 dan Pasal 32 Ayat (1) UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Selama kurun waktu lima tahun, dari 2015 hingga 2019, negara mengalami kerugian signifikan akibat dugaan praktik korupsi yang dilakukan secara sistematis di lingkup Pemerintah Daerah Kabupaten Pulau Taliabu. Pada tahun 2015, kerugian negara mencapai Rp 1,36 miliar akibat praktik pendebetan ganda terhadap rekening kas daerah. Tahun berikutnya, 2016, menjadi awal lonjakan kerugian yang lebih besar. Saat itu tercatat adanya penarikan dana tanpa Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D), validasi ganda, serta transaksi fiktif yang mengakibatkan kerugian sebesar Rp 8,97 miliar.
Praktik serupa berlanjut pada tahun 2017, dengan modus pendebetan ganda dan kesalahan dalam validasi SP2D, yang menyebabkan kerugian sebesar Rp 3,17 miliar. Pada 2018, kesalahan berupa kelebihan validasi transaksi oleh pihak bank, OPD, dan rekanan pihak ketiga, menyebabkan kerugian tambahan senilai Rp 4,07 miliar. Puncak dari skandal ini terjadi pada tahun 2019, ketika transaksi-transaksi tanpa dasar hukum yang sah termasuk pengiriman dana ke rekening pribadi dan perusahaan tanpa dokumen pertanggungjawaban mengakibatkan kerugian negara yang fantastis, yakni sebesar Rp 39,3 miliar.
Secara keseluruhan, total kerugian negara akibat berbagai penyimpangan selama lima tahun tersebut mencapai Rp 56.893.945.449 (lima puluh enam miliar delapan ratus sembilan puluh tiga juta sembilan ratus empat puluh lima ribu empat ratus empat puluh sembilan rupiah), yang hingga kini belum sepenuhnya dipulihkan.
“Nilai kerugian negara sangat besar dan polanya berulang setiap tahun. Ini bukan lagi dugaan biasa, tapi kejahatan berjaringan. Kami minta Kejati Malut dan Polda segera tangkap Aliong Mus,” tegas Alimun.