SKPT Tak Berarti Jika Illegal Fishing Dibiarkan: Formapas Kritik Keras Pemprov Malut

16

JAKARTA, Corongpublik// Aktivitas kapal pencuri ikan asal Bitung, Sulawesi Utara, di perairan Morotai kian tak terbendung. Kapal-kapal berkapasitas 30 Gross Tonnage (GT) itu terus bebas beroperasi di zona terlarang, bahkan masuk hingga radius di bawah 12 mil dari garis pantai Morotai.

Forum Mahasiswa Pascasarjana (Formapas) Maluku Utara mengecam keras lemahnya pengawasan pemerintah daerah dan aparat keamanan. Melalui Ketua Bidang Maritim dan Agraria, Rahmat Karim, mendesak Pemkab Pulau Morotai, Pemprov Malut, TNI Angkatan Laut, dan Polair agar segera melakukan operasi penertiban untuk menghentikan praktik illegal fishing.

Rahmat menegaskan bahwa Maluku Utara memiliki sumber daya kelautan yang sangat potensial sehingga praktik penangkapan ikan ilegal tak boleh dibiarkan. Ia mengingatkan, regulasi soal penindakan kapal ilegal sebenarnya telah diatur melalui Undang-Undang Perikanan (UU No. 45 Tahun 2009) serta UU Pemerintahan Daerah (UU No. 23 Tahun 2014) yang memberi kewenangan penuh kepada daerah untuk mengawasi sumber daya laut.

Maraknya kapal ilegal ini telah meresahkan masyarakat Morotai, terutama para nelayan tradisional yang menggantungkan hidup dari hasil tangkapan mereka. Kehadiran kapal industri dari luar daerah membuat ruang tangkap nelayan semakin terhimpit.

Rahmat mengungkapkan, potensi perikanan Morotai selama ini bahkan mendorong pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk membangun Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT). Fasilitas itu dirancang untuk mendukung produksi perikanan tuna di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 715, 716, dan 717.

Data Pemkab Pulau Morotai menunjukkan peningkatan produksi tuna, cakalang, dan tongkol (TCT) pada periode 2017-2021. Pada 2021, Morotai mencatat produksi tuna sebanyak 2.612 ton, cakalang 599,3 ton, dan tongkol 654,22 ton.

Formapas menilai, tingginya nilai ekonomi sektor perikanan seharusnya menjadi alarm bagi pemerintah untuk memperketat pengawasan. Namun kenyataannya, sejumlah kapal industri yang diduga beroperasi tanpa izin KKP justru dibiarkan masuk dan menangkap ikan secara bebas.

Atas situasi tersebut, Formapas mendesak Gubernur Maluku Utara, Sherly, untuk segera mengevaluasi Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara. Mereka menilai sikap diam DKP membuka peluang besar bagi praktik “perampokan” hasil laut Morotai oleh kapal-kapal dari luar daerah.

—TIM/RED—