TERNATE Corongpublik // Ledakan industri tambang dan pengolahan nikel di Maluku Utara dalam empat tahun terakhir tidak hanya mengubah peta ekonomi kawasan timur Indonesia, tetapi juga menjadikan Sulawesi Utara sebagai provinsi yang menikmati limpahan keuntungan terbesar. Pertumbuhan ekonomi Sulut tercatat naik dari Rp132,23 triliun pada 2020 menjadi Rp187,37 triliun pada 2024 melompat 42,6 persen hanya dalam empat tahun.
Pusat pertumbuhan itu terkonsentrasi pada sektor logistik, jasa, dan perdagangan yang mengalir melalui Sulut, terutama setelah permintaan barang dan mobilisasi pekerja untuk kawasan industri Halmahera meningkat tajam. Pelabuhan Bitung menjadi simpul utama yang menyuplai arus logistik menuju sentra-sentra industri nikel di Malut.
Sejak 2021 hingga 2024, pergerakan kontainer di Bitung tumbuh signifikan, didorong kebutuhan material pembangunan smelter serta pasokan bahan konsumsi bagi lebih dari 100 ribu tenaga kerja yang masuk ke kawasan industri Malut. Lonjakan ini membuat rute perdagangan Manado-Ternate dan Bitung-Ternate menjadi jalur tersibuk, disusul pengiriman ke Halmahera.
Efek berantai juga terlihat pada industri perdagangan dan hortikultura Sulut. Produk pangan, hortikultura, dan kebutuhan rumah tangga mengalir tanpa henti ke Malut, memperluas pasar Sulut dan menjaga stabilitas pertumbuhan permintaan dalam empat tahun terakhir.
Sektor jasa di Sulawesi Utara pun ikut terkerek. Kesehatan, pergudangan, logistik, hingga pariwisata mengalami peningkatan permintaan seiring naiknya mobilitas pekerja dan pelaku industri lintas dua provinsi tersebut.
Ekonom Maluku Utara, Mukhtar Adam, menyebut hubungan ekonomi kedua provinsi memang sudah lama terbangun, namun empat tahun terakhir menjadi periode dengan peningkatan paling drastis.
“Sulawesi Utara adalah penumpang paling nyaman dari ledakan ekonomi Maluku Utara. Hampir semua lonjakan permintaan barang, logistik, dan jasa di Malut berlabuhnya ke Sulut,” ujarnya, Rabu (19/11/2025).
Mukhtar menegaskan bahwa pola ini tidak simetris Malut adalah produsen, sementara Sulut menjadi penerima keuntungan terbesar dari perputaran dagang dan layanan.
“Ketika Maluku Utara tumbuh karena industri nikel, maka Sulut ikut tumbuh bukan karena industrinya sendiri, tetapi karena melayani kebutuhan Malut. Ini fenomena ekonomi regional yang sangat menarik,” jelasnya.
Ia menilai hubungan ekonomi keduanya akan semakin menguat bila infrastruktur Pelabuhan Bitung ditingkatkan dan rute perdagangan diperluas.
“Kalau aktivitas tambang Malut terus meningkat, maka Sulut akan terus berada di garis depan sebagai penerima berkah terbesar,” tegas Mukhtar.
Dengan indikator ekonomi yang bergerak seiring, para pengamat menilai Sulawesi Utara kini menjadi provinsi yang paling merasakan dampak positif dari pertumbuhan eksplosif Maluku Utara. Integrasi dagang dan logistik membuat kedua wilayah nyaris tak terpisahkan dalam peta ekonomi kawasan timur Indonesia.
–Tim/Red–




