TERNATE – Perencanaan tata ruang Kota Ternate kembali menuai kritik. Dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dinilai belum mampu menjawab persoalan paling mendasar dalam struktur ruang kota
Genangan air yang muncul saban musim hujan menjadi bukti bahwa tata kelola ruang belum berjalan secara terpadu. “Saluran air dan drainase itu elemen vital dalam perencanaan kota. Tapi sayangnya, sampai hari ini tidak menunjukkan adanya keseriusan,” ujar Kaisar Hamid, mahasiswa Universitas Khairun Ternate, kepada Media ini Minggu, 22 Juni 2025.
Kaisar menyebut sistem drainase di Ternate bukan hanya tidak memadai, tapi juga nyaris diabaikan dalam dokumen perencanaan. Ketika hujan mengguyur selama beberapa jam saja, jalanan kota tergenang air bercampur sampah, lumpur, dan kerikil. Wilayah seperti Sasa, Fitu, hingga kawasan pusat kota hampir selalu menjadi langganan banjir lokal.
Menurut dia, kondisi itu tak sekadar disebabkan oleh kesalahan teknis semata. “Ini soal tidak adanya kajian strategis dalam menyusun RTRW. Tata ruang kota mestinya disusun berbasis data, bukan sekadar formalitas administrasi,” ujarnya.
Dokumen RTRW sejatinya berfungsi sebagai pedoman utama pembangunan kota, mulai dari penataan permukiman, jaringan transportasi, ruang terbuka hijau, hingga pengelolaan air. Namun praktik di lapangan justru memperlihatkan sebaliknya.
Ia mendesak Pemerintah Kota Ternate untuk segera mengevaluasi dokumen RTRW yang berlaku saat ini. Revisi diperlukan, terutama untuk membangun sistem drainase yang adaptif terhadap perubahan iklim. “Tanpa kajian yang matang dan melibatkan banyak sektor, ancaman banjir akan terus menghantui,” kata Kaisar.
Hingga berita ini diterbitkan, Pemerintah Kota Ternate belum memberikan keterangan resmi ihwal desakan evaluasi RTRW tersebut. (Red)