TERNATE, Corongpublik// Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Pemprov Malut) kembali menuai kritikan tajam setelah utang daerah yang menembus Rp 270 miliar tak kunjung terbayar dan tak dianggarkan dalam APBD Induk 2025. Front Pemuda Peduli Pembangunan (FP3) Malut pun melancarkan aksi protes keras di depan kediaman Gubernur Sherly Tjoanda Tjoanda di Hotel Bela Ternate, Kamis (11/9).
Dalam aksi tersebut, massa FP3 mengungkapkan tiga komponen utama utang yang terbengkalai sejak 2022, yakni utang reguler sebesar Rp 157 miliar, proyek multiyears Rp 70 miliar, dan utang kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) senilai Rp 43 miliar.
Koordinator aksi FP3 Juslan J Latif, menuding Pemprov Malut mengingkari janji dengan mengabaikan utang dalam APBD. “APBD Induk sudah disahkan tapi utang tidak jadi prioritas, kami tidak mau lagi dibohongi dengan janji APBD-P” tegas Juslan dalam orasi di hadapan ratusan massa.
FP3 melayangkan tiga tuntutan utama pencopotan Sekda Malut yang juga Ketua TAPD serta Kepala BPKAD, pembentukan pansus DPRD untuk mengaudit utang daerah 2022-2024, dan evaluasi total terhadap APBD Perubahan 2025 agar memprioritaskan pelunasan utang. Mereka memberi tenggat hingga pembahasan APBD-P 2025.
“Jika tuntutan ini diabaikan, kami akan boikot total Kantor Gubernur dan memperluas aksi bersama elemen masyarakat lainnya” ancam Juslan.
FP3 juga menyoroti dampak domino utang Pemprov yang menyeret kontraktor lokal ke kesulitan keuangan. Keterlambatan pembayaran proyek membuat mereka kesulitan membayar supplier dan upah pekerja, sehingga memukul usaha kecil dan memperlambat perputaran ekonomi daerah.
Hingga berita ini diturunkan, Gubernur Sherly Tjoanda maupun pejabat Pemprov Malut belum memberikan keterangan resmi. Sikap bungkam pemerintah disebut FP3 sebagai bentuk pengabaian terhadap keresahan publik.
“Diamnya Pemprov hanya memperbesar kritik masyarakat. Aksi ini peringatan keras agar Gubernur segera bertindak” tandas Juslan.
Desakan terhadap Pemprov diperkirakan akan terus meningkat menjelang pembahasan APBD Perubahan 2025. FP3 bahkan memastikan, jika eksekutif tetap pasif, mereka akan mendorong DPRD menggunakan hak konstitusionalnya untuk mengawasi ketat pengelolaan keuangan daerah.
_(Tim/Red)_