TERNATE, 14 Juli 2025- Aksi protes mewarnai pemutaran film dokumenter “Yang Mengalir di Kawasi” produksi TV Tempo di Studio 6 Bioskop XXI Jatiland Mall, Kota Ternate, Senin (14/7). Koalisi Warga Kawasi untuk Keadilan Ekologis dan Sosial Maluku Utara menggelar aksi boikot dan membentangkan spanduk bertuliskan “Yang Mengalir di Kawasi Adalah Malapetaka”.
Aksi tersebut menjadi viral di media sosial dan memicu perdebatan publik soal dampak pertambangan nikel di Pulau Obi, Halmahera Selatan.
Koordinator aksi, Adhar S. Sangaji, menilai film dokumenter itu tidak menggambarkan kondisi sebenarnya yang dialami warga Desa Kawasi. “Film ini mengabaikan fakta lapangan dan menjadi alat propaganda. Yang sebenarnya mengalir di Kawasi bukan air, tapi malapetaka,” ujar Adhar.

“Film ini justru menutupi kerusakan lingkungan yang nyata akibat aktivitas tambang. Yang sebenarnya mengalir di Kawasi bukan air bersih, melainkan krisis ekologis hilangnya sumber mata air yang selama ini menopang hidup warga,” tegasnya.
Adhar menambahkan, Kawasi kini telah berubah menjadi kawasan konflik dan polusi akibat ekspansi agresif perusahaan tambang. Selama bulan Juni saja, warga mengalami banjir tiga kali serta pemadaman listrik berulang, namun tidak ada respons nyata dari pemerintah daerah maupun pihak perusahaan.
Ia juga mengkritik metode pengambilan sampel air dalam film yang dinilainya tidak akurat. “Pengambilan sampel dilakukan jauh dari sumber air warga yang sudah tercemar berat. Ini manipulatif,” ungkapnya.
Berdasarkan riset WALHI Maluku Utara, air di Kawasi mengandung logam berat yang berbahaya, akibat langsung dari aktivitas pertambangan. Temuan ini diperkuat oleh kesaksian warga yang merasakan dampaknya secara langsung.
WALHI menilai film tersebut sebagai alat propaganda, upaya sistematis untuk mencuci dosa ekologis perusahaan agar tetap bisa beroperasi tanpa hambatan.
“Kami menolak narasi ini. Hidup masyarakat adat bukan komoditas. Kawasi adalah tanah adat, bukan tanah untuk industri tambang,” pungkas Adhar dengan tegas.
Dalam pernyataan resminya, Koalisi Warga Kawasi untuk Keadilan Ekologis dan Sosial juga menyampaikan sikap tegas terhadap film dokumenter ‘Yang Mengalir di Kawasi” dan situasi krisis yang tengah dihadapi masyarakat di Desa Kawasi. Mereka menolak keras narasi film tersebut yang dinilai tidak mencerminkan kenyataan pahit yang dialami warga akibat ekspansi industri tambang.
Koalisi juga mengecam tindakan kriminalisasi terhadap warga yang menyuarakan hak atas air bersih dan listrik, serta menuntut penghentian segala bentuk intimidasi hukum terhadap masyarakat adat.
Lebih jauh, Koalisi mendesak pemerintah, baik pusat maupun daerah, untuk segera membentuk tim investigasi independen guna mengusut pencemaran lingkungan dan dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Kawasi. Mereka juga menuntut agar PT Harita Group menghentikan segala bentuk relokasi paksa terhadap warga dan segera memenuhi hak-hak dasar masyarakat yang terdampak langsung oleh aktivitas pertambangan.
Sebagai penutup, Koalisi menyerukan kepada seluruh media nasional maupun internasional untuk lebih berhati-hati dalam memberitakan situasi di Kawasi. Mereka mengingatkan agar media tidak menjadi corong narasi sepihak yang justru memperburuk penderitaan warga dan mencuci dosa ekologis perusahaan tambang.
“Kawasi adalah tanah adat, bukan tanah air tambang,” tegasnya.(Red)*




