TERNATE, Corongpublik// Sekretaris Dinas Kebudayaan Kota Ternate, Rinto Taib, M.Si, menegaskan pentingnya merawat dan melestarikan warisan gastronomi sebagai bagian dari pelestarian budaya sekaligus upaya mewujudkan ketahanan pangan dan kemandirian rakyat.
Pernyataan itu disampaikan dalam sesi Talk Show bertajuk “Merajut Asa Menuai Rasa,Tradisi Gastronomi Kepulauan Negeri Rempah”, yang menjadi rangkaian Mini Festival Kebudayaan Masyarakat Kepulauan. Kegiatan ini digelar oleh Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XXI Provinsi Maluku Utara bersama Yayasan Agraris Kepulauan Maluku Utara, Minggu (30/11/2025), di Kelurahan Fitu, Kecamatan Ternate Selatan.
Acara tersebut menyoroti kekayaan gastronomi serta jejak warisan kuliner negeri rempah yang dinilai harus terus dikembangkan dan dilestarikan dari generasi ke generasi agar tidak tergerus zaman.
Talk show yang dipandu jurnalis Halmaheranesia, Rajif Duchlun, itu juga menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Dr. Syahyunnan Pora (Akademisi FIB Universitas Khairun), Mahmud Ichi (Jurnalis & Pemred Kabar Pulau), serta Fauziah Rasid, S.S., M.Si dari BPKW XXI.

(foto: BPKW-XXI provinsi Maluku Utara)
Dalam diskusi tersebut, Rinto yang juga menjabat sebagai Kepala Museum Sejarah Ternate dan Museum Rempah Kota Ternate menjelaskan filosofi gastronomi yang dianalogikannya sebagai tiga pilar tungku dapur. Pilar pertama adalah makanan, pilar kedua adalah sejarah, dan pilar ketiga berkaitan dengan dimensi budaya.
Ia menambahkan bahwa secara politik, gastronomi juga erat kaitannya dengan visi mewujudkan kemandirian pangan sebagai kunci kedaulatan bangsa. Untuk itu, gastronomi mencakup tiga program strategis yaitu swasembada pangan berbasis masyarakat lokal, ketangguhan sosial di tengah disrupsi, serta ketahanan nasional.
Rinto menyebutkan bahwa potensi gastronomi Maluku Utara sebagai negeri rempah merupakan modal penting untuk mewujudkan kemandirian pangan. Menurutnya, kekayaan ini dapat menjadi solusi atas problematika pemenuhan kebutuhan pangan serta ancaman krisis yang bisa terjadi setiap saat.
“Jika kita bicara tentang kemandirian pangan, sejatinya kita sedang bicara tentang pertahanan kita dari krisis pangan dan ancaman kelaparan akibat perubahan iklim, orientasi pasar, hingga perubahan siklus politik ekonomi global,” tegas Rinto dalam pemaparannya.
Ia menambahkan bahwa pangan juga berfungsi sebagai perekat sosial dan penopang stabilitas. Menurutnya, potensi gastronomi Maluku Utara menjadi salah satu alasan kolonialisme di masa lalu, dan kini harus dilihat sebagai modal untuk membangun ketangguhan sosial.
Rinto mengakhiri dengan menegaskan bahwa kekayaan alam Maluku Utara yang menumbuhkan ribuan tanaman berbahan rempah, kekayaan hayati, serta budaya yang unik merupakan kekuatan besar bangsa dalam menghadapi turbulensi dan krisis sosial di masa kini maupun yang akan datang.
—TIM/RED—




